BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hal paling umum yang manjadi salah satu
penggerak ekonomi konvensional adalah riba atau interest. Suku bunga yang
menjadi mesin penggerak perekonomian konvensional memang menjadi rancu
penggunaanya dalam sistem konvensional sendiri. Menurut Adiwarman Karim, suku
bunga sendiri pada awalnya merupakan rate of return bagi kepemilikan
modal, atau imbal jasa atas modal yang digunakan dalam proses produksi, bukan
merupakan sebuah keuntungan atau uang yang dipinjamkan kepada investor yang
menjalankan perekonomian. Namun seiring berjalannya waktu, riba
atau interest akhirnya lazim digunakan untuk menggerakan
perekonomian, terutama institusi perbankan sebagai sebuah medium of
intermesdiary.
Dalam ekonomi islam, riba dapat
diartikan sebagai sebuah tambahan atas pinjaman yang diberikan kepada pihak
peminjam terhadap pihak yang dipinjamkan tanpa keikhlasan dari pihak yang
meminjamkan. Ekonomi Islam kini menganggap bahwa interest
rate sebagai perannya dalam menggerakkan perekonomian konvensional
sekarang dapat diubah dengan rate on kapital, yaitu pendapatan atas modal
barang dan jasa dalam proses produksi. Dengan alasan ini, Adiwarman Karim
menjelaskan bahwa perbankan Islam dapat menggerakan perputaran kegiatan atau
aktivitasnya dengan ikut masuk ke dalam proses produksi yaitu dengan ikut atau
berperan aktif dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu, maka dua produk perbankan
Islam yang sekarang ada terbentuk dari ide dasar ini. Mudharobah dan musyarokah dapat
dikedepankan sebagai dua produk Islam yang muncul dari ide dasar bahwa
perbankan Islam haruslah perbankan yang mengambil untung dari ikut berperannya
mereka dalam proses produksi dengan mendapat bagian dri bagi hasil pendataan
atau dari untung usaha yang didapatkan perusahaan yang menjadi rekan usahanya.
Selain
produk Mudharobah dan Musyarokah, perbankan Islam
juga menganut prinsip dual system. Perbankan Islam selain berperan
sebagai partner usaha juga dapat berperan sebagai penjual dalam akad Mudharobah, ijarah,
atau ishtinah. Dengan peran perbankan Islam sebagai pedagang inilah maka
perbankan Islam kini mendapatkan selisih keuntngan yang sudah ditetapkan di
awal dengan barang yang disepakati untuk diperjualbelikan. Akad jual beli ini
lah yang selama ini menjadi produk yang banyak di gunakan oleh institusi
syariah karena perhitungan dan sifat produknya yangg lebih mudah digunakan
dalam buisnis syariah. Dengan digunakannya produk Mudharobah, ijarah, atau
istisna ini memang membuat banyak orang awam merasa produk syariah menjadi
mirip perbankan dengan perbankan konvensional. Apalagi penempatan margin
keuntungan yang jauh beda dengan interest rate. Terlepas dari pembelaan bank
syariah terhadap hal ini, kritik mengenai produk yang berlandaskan
akad jual beli ini patut menjadi perhitungan sendiri bagi perbankan syariah.
B. Identifikasi
·
Apa pengertian mudharabah?
·
Apa saja jenis –
jenis mudharabah?
·
Apa saja syarat
– syarat mudharabah?
·
Apa saja dasar
hukum mudharabah?
·
Apa pengertian
musaqah?
·
Bagaimana dasar
hukum musaqah?
·
Apa saja rukun
dan syarat – syarat musaqah?
·
Bagaimana akibat
hukum akad musaqah?
·
Adakah perbedaan
dari Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah?
·
Apa pengertian
bank syariah?
·
Apa saja perbedaan
Bank Syariah dengan Bank Konvensional?
·
Apa saja produk
– produk dari bank Syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi,
yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya
dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di
jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20.
Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata
al-qardhu yang berarti al-qath’u (sepotong), karena pemilik modal mengambil
sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian
dari keuntungannya. (Lihat AFiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan
Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz,karya ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi
al-Khalafi, hal.359)
Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad
perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari
keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan
keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
(Lihat Fiqhus Sunnah Karya Sayid Sabiq III/220)
B.
Jenis - Jenis
Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi 2
jenis, yaitu :
1.
Mudharabah
mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
2.
Mudharabah
muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi
C.
Syarat – Syarat
Mudharabah
·
Pemilik modal (shahibul
amal) dan pengelola modal (mudharib) harus cakap hokum
·
Dalam melakukan Ijab
dan qobul harus dinyatakan oleh semua pihak dalam hal ini pemilik modal dan
pengelola modal pada saat melakukan akad, dengan memperhatikan hal-hal seperti
penerimaan dan penawaran harus jelas menujukan tujuan akad dan harus dilakukan
pada saat akad, Akad dilakukan secara tertulis melalui korespodensi atau
cara-cara moderen yang sah secara hukum yang berlaku di negara.
·
Modal harus jelas
jumlah dan jenisnya
·
Modal tidak boleh dalam
bentuk hutang
·
Keutungan Modharabah
adalah jumlah yang di dapat dari lebihnya modal yang dikelola, yang telah
disepakati pada saat akad
·
Pengelola modal harus
amanah
·
Adanya batasan waktu
perjanjian
D.
Dasar Hukum Mudharabah
Para Ulama mazhab sepakat bahwa
Mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan AI-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas,
adapun dalil dari AI-Qur'an antara lain surat AI- Muzammil (73) ayat 20 sebagai
berikut;
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَىٰ
مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ
ۚ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَنْ لَنْ
تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ
أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَىٰ ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ
مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا
مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ
قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ
اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ
رَحِيمٌ
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu
berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang
yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang
lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari
Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman
kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk
dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang
paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sedangkan dalil dari Hadist
antara lain :
a. Hadits Nabi riwayat Thabrani dari
Ibnu Abbas :
“Abbas bin Abdul Muthallib jika
menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar
tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan
ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah,
beliau membenarkannya.”
b. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari
Shuhaib :
“Nabi
bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan
rumah tangga, bukan untuk dijual.’”
c. Hadits Nabi riwayat Tirmizi dari
‘Amr bin ‘Auf :
“Perdamaian
dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
E.
Pengertian
Musaqah
Musaqah berasal dari kata al-saqa, yaitu seseorang
yang bekerja mengurus pohon anggur, tamar, atau lainnya supaya mendatangkan
kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai
imbalannya.
Secara istilah, musaqah adalah mempekerjakan manusia untuk
mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya serta hasil yang direzekikan
Allah swt. dari pohon itu untuk mereka berdua (pendapat Syekh Syihab ad-Din
al-Qalyubi dan Syekh Umarah).
Dasar hukumnya dalah hadits Nabi saw. riwayat Imam Muslim dari
Ibnu Amr, r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Memberikan
tanah khaibar dengan separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun
pertanian (tanaman).” Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan
tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya,
penghasilan separohnya untuk Nabi.
Jadi, musaqah adalah kerja sama antara
pemilik kebun dan petani dimana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani
agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut presentase
yang ditentukan pada waktu akad. Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama
yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme).
Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat
perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa
digarap. Dengan adanya system kerja sama musaqah, setiap pihak akan sama – sama
mendapatkan manfaat.
F.
Dasar Hukum
Musaqah
1.
Al-Quran:
Musaqah merupakan kerjasama bagi hasil
antara pemilik tanah pertanian dengan penggarapnya, dengan demikian merupakan
salah satu bentuk tolong-menolong. Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas
mengenai hal ini adalah:
Terdapat dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2 yang
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”. (QS. Al-Ma’idah : 2).
Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan
kepada manusia agar saling membantu dan tolong menolong dalam kebaikan. Wujud
tolong menolong ini tidak hanya dalam bentuk memberikan sesuatu kepada orang
yang tidak mampu, tetapi juga bisa dalam bentuk memberikan lapangan pekerjaan
kepada mereka. Dalam usaha pertanian, tidak semua orang memiliki kemampuan
mengolah tanah dan mengelola lahan perkebunan. Adakalanya seorang pemilik kebun
juga tidak dapat mengelola kebunnya karena adanya kesibukan lain sehingga
kebunnya itu menjadi terlantar. Sementara di sisi lain, tidak sedikit orang
yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki lahan pertanian. Di
sinilah mereka dapat melakukan usaha bersama dalam pengelolaan lahan pertanian
tersebut. berkaitan dengan hal ini Yusuf Qardhawi menyatakan:
“Semua usaha yang dapat menghasilkan
kebaikan bagi pribadi atau masyarakat atau dapat menghindarkan bahaya darinya,
maka usaha itu adalah kebaikan dan ketakwaan, bila dimulai dengan niat yang
shalih”.
Dengan demikian, jika
akad musaqah dilakukan atas dasar niat yang baik, dan dalam pelaksanaannya
tidak terjadi penyimpangan terhadap apa yang telah digariskan oleh syara’
sehingga tidak menimbulkan keberatan atau pun kerugian terhadap salah satu
pihak, maka akad musaqah tersebut adalah termasuk dalam bentuk tolong menolong
dalam kebaikan dan ketakwaan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.
2.
Hadits:
Rasulullah SAW pernah melakukan akad
musaqah dengan penduduk Khaibar sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar:
عَنِ اْبنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلْ
خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا َيخْرُجُ مِنْهَا مِنْ َثمَرٍ أَوْ زَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Ibnu Umar RA,
“sesungguhnya Rasulullah SAW mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh
dari hasil (lahan) yang diperoleh berupa buah-buahan atau tanaman”. (HR.
Muslim).
Hadits di atas
menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan praktik musaqah selama masa
hidup beliau dengan penduduk Khaibar. Beliau mempekerjakan mereka untuk
mengurusi lahan pertanian dengan imbalan separuh dari hasil panen.
G.
Rukun dan Syarat-Syarat
Musaqah
Keabsahan musaqah tergantung pada rukun-rukunnya,
waktunya, serta syarat-syarat yang disyaratkan pada rukun-rukunnya.Sedangkan
rukun-rukunya ada empat yaitu: obyek yang
dikhususkan untuk musaqah, pekerjaan atau bagian yang terkait dengan musaqah,
sifat pekerjaanya, dan waktu musaqah.
Rukun-rukun musaqah:
1)
Obyek
musaqah
Para ulama berbeda pendapat mengenai obyek musaqah:
·
Daud
berpendapat bahwa musaqah tidak terjadi kecuali pada pohon kurma saja. Dalil
yang dipakai adalah bahwa musaqah adalah sebuah keringanan sehingga tidak boleh
melebihi obyeknya yang disebutkan di dalam hadits.
·
Syafi’i
berpendapat pada pohon kurma dan anggur saja. Landasan Imam Syafi’i adalah
dengan mengiyaskan dengan hadits Attab Bin Usaid walaupun hukum mengenai hadits
tersebut berkaitan dengan zakat. ” Bahwa Rasulullah mengutusnya dan
memerintahkannya agar menksir anggur dan zakatnya ditunaikan dalam bentuk
kurma, sebagaimana ditunaikannya sakat pohon kurma dalam bentuk kurma.”
·
Malik
berpendapat diperbolehkan pada setiap batang pohon yang kuat seperti pohon
delima, pohon tin, dan pohon zaitun serta yang serupa dengan hal tersebut tanpa
ada keharusan, dan pada batang pohon yang tidak kokoh seperti pohon mentimun,
serta semangka disertai dengan ketidakmampuan pemiliknya untuk mengurusinya,
begitu juga dengan pertanian. Dan tidak boleh terjadi pada sesuatu yang
merupakan bagian dari sayur mayur menurut seluruh ulama kecuali Ibnu Dinar
karena ia membolehkan musaqah padanya apabila tumbuh sebelum diambil hasilnya.
2)
Pekerjaan
yang berhubungan dengan musaqah
Adapun rukun yang berupa pekerjaan,
sesungguhnya para ulama secara global telah sepakat bahwa yang menjadi
kewajiban bagi seorang pekerja adalah menyiram serta membuat sumur. Mereka
berbeda pendapat mengenai pemotongan. Menjadi kewajiban siapa dan menutup
pagar, membersihkan mata air serta kincir angin.
·
Menurut
Malik, kebiasaan dalam musaqah yang dibolehkan bagi pemilik kebun untuk
mensyaratkan adalah menutup pagar, pemberian minuman, mengawinkan pohon kurma,
memotong pelepah kurma serta memetik buah.
·
Syafi’i
berkata ”Pekerja tidak berkewajiban untuk menutup pagar karena bukan termasuk
bagian dari sesuatu yang berpengaruh dalam penambahan buah seperti pengawinan
dan penyiraman.”
·
Muhammad
bin Ali Hasan berkata: ”Ia tidak berkewajiban untuk membersihkan kincir air dan
mata air.”
3)
Sifat
Pekerjaan yang ada dalam musaqah
Para ulama sepakat bahwa musaqah
dibolehkan menggunakan segala sesuatu yang telah disepakati dari bagian-bagian
buah. Mereka juga sepakat bahwa tidak diperbolehkan dalam musaqah untuk
mensyartkan adanya manfaat tambahan, seperti salah seorang dari keduanya
mensyaratkan kepada mitranya tambahan dirham ataupun dinar.
4) Tenggang Waktu
Adapun pensyaratan waktu dalam musaqah
ada dua macam yaitu: waktu yang disayaratkan agar dibolehkannya musaqah dan
waktu yang merupakan syarat sahnya akad dan hal tersebut terbatas jangka
waktunya.
Adapun waktu yang
disayaratkan agar akadnya dibolehkan: para sahabat sepakat bahwa musaqah
dibolehkan sebelum nampaknya kelayakan buah.
Syarat-syarat
musaqah:
·
Ahli
dalam akad
·
Menjelaskan
bagian penggarap
·
Membebaskan
pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil panen
merupakan hasil bersama.
·
Hasil
dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
·
Sampai
batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
H.
Akibat Hukum
Akad Musaqah
Akad musaqah menimbulkan adanya beberapa
akibat hukum baik terhadap pemilik tanah maupun penggarapnya, yaitu:
·
Pihak
penggarap wajib melakukan semua yang harus dilakukan dalam merawat lahan
perkebunan tersebut, seperti menyirami, membersihkan rumput dan lain-lain
sesuai adat kebiasaan yang berlaku yang biasanya harus dilakukan oleh
pengelola.
·
Kewajiban
pihak penggarap disesuaikan dengan adat kebiasaan yang berlaku di daerah di mana
musaqah tersebut dilakukan. Di sini, perjanjian antara kedua belah pihak
tentang kewajiban penggarap harus didasarkan pada kebiasaan yang berlaku,
tentunya yang tidak bertentangan dengan Islam, karena kebiasaan yang
bertentangan dengan aturan Islam tentunya dapat menyebabkan tidak sahnya
musaqah tersebut.
·
Bila
penggarap berhalangan untuk mengurusi lahan tersebut, misalnya karena sakit
atau bepergian, maka dalam hal ini ada beberapa pendapat. Menurut madzhab
Hanafi, ia wajib mencarikan penggantinya selama ia berhalangan, tetapi jika
dalam akad disyaratkan bahwa penggarap tidak boleh mewakilkan tugasnya kepada
orang lain, maka musaqah menjadi batal. Sementara menurut Imam Malik, jika
halangan itu terjadi pada saat mendekati masa panen, maka penggarap wajib
menyewa orang lain untuk menggantikan tugasnya orang sewaan ini dibayar oleh
penggarap sesuai kesepakatannya dengan orang tersebut. Adapun pendapat Imam
Syafi’i, musaqah dalam keadaan seperti ini menjadi batal karena penggarap
kehilangan kemampuan untuk menggarap lahan tersebut. Artinya, halangan dari
pihak penggarap tidak dapat menggugurkan kewajibannya sebagai penggarap.
Sehingga ia wajib mencarikan penggantinya untuk menggarap kebun tersebut.
Bahkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hal ini dapat membatalkan akad musaqah.
·
Bila
penggarap meninggal dunia, maka ahli warisnya hendaknya mengangkat wakil dari
mereka untuk meneruskan pekerjaan tersebut, tetapi jika kedua belah pihak
sepakat untuk mengakhiri kerja sama, maka musaqah dapat dibatalkan.
I.
Musaqah, Muzara’ah,
dan Mukhabarah
Musaqah merupakan kerja sama antara
pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan
merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut
kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
Sedangkan muzara’ah dan mukhabarah
mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau
tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit
pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan
muzara’ah bibitnya dari petani.
Aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah
telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut
diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak
dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul
Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain
berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan
aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak.
Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu
dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai
keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau
tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak,
dan tidak ada yang dirugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara
musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya
merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah,
tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam
muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh
pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di
dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu
oleh pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
J.
Pengertian Bank
Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang
dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Jadi, bank syariah adalah bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam
operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama
perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang)
adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan
melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan
konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan
prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba,
namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi
ribawi.
K.
Perbedaan Bank
Syariah dengan Bank Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan melalui beberapa segi :
No
|
Perbedaan
|
Bank Konvensional
|
Bank Syariah
|
1
|
Bunga
|
Berbasis bunga
|
Berbasis revenue / profit loss sharing
|
2
|
Resiko
|
Anti risk
|
Risk sharing
|
3
|
Operasional
|
Beroperasi dengan pendekatan sektor keuangan, tidak
langsung terkait dengan sektor riil
|
Beroperasi dengan pendekatan sektor riil
|
4
|
Produk
|
Produk tunggal (kredit)
|
Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
|
5
|
Pendapatan
|
Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan
pendapatan yang diperoleh bank dari kredit
|
Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung
dengan pendapatan yang diperolah bank dari pembiayaan
|
6
|
Dasar Hukum
|
Bank Indonesia dan Pemerintah
|
Al
Qur’an. Sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia, dan Pemerintah
|
7
|
Falsafah
|
Berdasarkan atas bunga (riba)
|
Tidak berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan(gharar)
|
8
|
Operasional
|
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan
simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo, Penyaluran
dan pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan
agama
|
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan
( wadi’ah) dan investasi (mudharabah) yang baru akan
mendapat hasil jika “diusahakan“ terlebih dahulu
Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan
menguntungkan
|
9
|
Aspek sosial
|
Tidak diketahui secara tegas
|
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang
dalam visi dan misi
|
10
|
Organisasi
|
Tidak
memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
|
Harus
memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
|
11
|
Uang
|
Uang
adalah komoditi selain sebagai alat pembayaran
|
Uang
bukan komoditi, tetapi hanyalah alat pembayaran
|
L.
Produk Bank
Syariah
Beberapa produk jasa yang
disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
I.
Titipan
atau simpanan
- Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana
penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah
Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus
kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
- Deposito
Mudharabah,
nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan
dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan
antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
II.
Bagi
hasil
- Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini
diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang
diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan
dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak.
Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur
tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur
tangan
- Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara
penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi
menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh
oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan
pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
- Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan
pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan
atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
- Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang
sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas
penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas
nisbah tertentu dari hasil panen.
III.
Jual
beli
- Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam
bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna
jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan
sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat
mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan
besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:
harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang
dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang
disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
- Bai'
As-Salam,
Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan
ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan
keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi
petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang
dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori,
maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya
Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk
garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan
penjual.
- Bai'
Al-Istishna',
merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat
kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank
mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak
seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula.
Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang
bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan
jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
IV.
Sewa
- Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
- Al-Ijarah
Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna
atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa
terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.
V.
Jasa
- Al-Wakalah adalah suatu akad pada
transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai
dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.
- Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang
diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung
jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai jaminan.
- Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana
dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang
menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh:
lembaga pengambilalihan hutang).
- Ar-Rahn, adalah suatu akad pada
transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
- Al-Qardh adalah salah satu akad yang
terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan
pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau
bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan
komersial.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi,
yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya
dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di
jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20. Sedangkan
menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha)
antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada
yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya
sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Musaqah adalah kerja sama antara pemilik
kebun dan petani dimana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar
dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut presentase yang
ditentukan pada waktu akad. Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang
saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Tidak
jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat
perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa
digarap. Dengan adanya system kerja sama musaqah, setiap pihak akan sama – sama
mendapatkan manfaat.
Bank syariah adalah suatu bank yang
dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran
dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Jadi, bank syariah adalah bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam
operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Prinsip bank syariah secara umum adalah
melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar,
dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai
tujuan sesuai jalur syariah. Produk bank syariah, antara lain Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah,
Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah.
B.
Saran
Sudah semestinya bagi generasi-generasi
penerus bangsa untuk memahami dan
mengerti ilmu-ilmu yang berkaitan tentang muamalah
terutama tentang bentuk-bentuk kerja sama dalam islam. hal ini di maksudkan
agar pada akhirnya dapat mengerti dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ekonomi Islam khususnya Bank syariah masih memiliki beberapa
kekurangan yaitu seperti masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang bank
syariah. Dan masih banyak lagi. Tapi jangan khawatir, karena seiring dengan
waktu semua kekurangan yang dimilikinya, bank syariah akan berusaha dan
berupaya akan menutupi dan bahkan menghilangkan semua kekurangan itu. Itu semua
menjadi tugas kita bersama-sama baik itu pemerintah maupun masyarakat luas.
Walaupun Negara kita ini bukanlah 100% Islam, tapi jangan khawatir
bagi umat nonmuslim untuk menggunakan layanan bank syariah karena bank syariah
(islam) membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi umat Islam
saja.
sumber :
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah-3.html
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah-2.html
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah.html
http://syafaatuletika.blogspot.com/2012/06/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html
http://www.koperasisyariah.com/definisi-mudharabah/
http://anharululum.blogspot.com/2012/08/pembahasan-muzaraah-mukhabarah-dan.html
http://nailulauthor99.blogspot.com/p/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html