Minggu, 19 Januari 2014

[Materi] Kerajinan Tekstil ( Pengertian, Sejarah, Fase Perkembangan, Sumber Daya Kerajinan, dan Profil Kewirausahaan )

di Januari 19, 2014
1). Pengertian Tekstil

Tekstil adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara pressing. Istilah tekstil dalam pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah kain. Namun ada sedikit perbedaan antara dua istilah ini, tekstil dapat digunakan untuk menyebut bahan apapun yang terbuat dari tenunan benang, sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan.
Sejarah Perkembangan Tekstil di Indonesia
SEJARAH PERTEKSTILAN INDONESIA secara pasti sejak kapan awal keberadaan industri TPT di indonesia tidak dapat dipastikan, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut pakaiannya sendiri sudah dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dalam bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya serta dikonsumsi/digunakan sendiri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat dengan perkembangannya sebagai berikut:
Pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya, yaitu pemintalan (spinning); pertenunan (weaving); perajutan (knitting); dan penyempurnaan (finishing).
Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s Club(kemudian menjadi Textile Club); perusahaan milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi).
Tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan Kongres yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan sekaligus menjadi anggota API.
Fase Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia
Tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu (spinning dan man-made fiber making). Adapun fase perkembangannya sebagai berikut:
1.     Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban serta terbatas dan hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar menengah-rendah.
2.    Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya adalah: (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang difokuskan pada ekspor non-migas, dan (2) industrinya mampu memenuhi standard kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.
3.    Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai komoditi primadona.
4.    Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode cheos, rescue, dan survival.
5.    Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization, dan expansion (quo vadis?). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan multi-kendala, yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan, dan (2) iklim usaha yang tidak kondusif.
6.    Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri TPT Indonesia.
2).Contoh Kerajian Tekstil
Contoh kerajinan teksil salah satunya Batik. Batik bisa dibuat menjadi kerajinan tekstil lainnya seperti baju, celana, rok, tas, sprei, selendang, dan lain – lain.
3). Sumber Daya Kerajinan Tekstil Batik
Sumber daya kerajinan batik adalah :
Kain
Kain yang biasa dijadikan kain batik adalah kain putih yang disebut kain mori, atau nama lainnya adalah muslim atau cambric. Kain mori dapat berasal dari katun, sutera asli atau tiruan, namun katun lebih banyak digunakan.
Lilin
Lilin adalah bahan batik yang digunakan untuk menutupi permukaan kain yang tidak diwarnai sesuai ragam hiasnya. Sebelum menggunakan lilin pembatik sempat menggunakan bubur ketan. Setelah diketemukannya lilin, bubur ketan tidak digunakan lagi.
Zat Pewarna atau Cat Batik
Tidak semua pewarna tekstil dapat digunakan untuk mewarnai batik karena sifat khusus batik. Batik tidak dapat dipanaskan pada saat pewarnaan karena akan melarutkan lilin. Lilin batik tidak kuat terhadap alkali. Sebaliknya, tidak semua pewarna tahan terhadap rebusan air pada saat pengelupasan lilin. Oleh karena sifatnya yang khusus ini maka pewarna batik harus dipilih yang sesuai dengan proses pewarnaan batik yang khas.
Pewarna batik terdiri dari 2 jenis :
a.
Pewarna dari bahan alami, didapat dari bagian-bagian tumbuhan seperti akar, batang, kayu, kulit, daun dan bunga, atau dari getah buang (Lac Dye) binatang. Contohnya antara lain: daun pohon nila, kulit pohon soga tinggi, kunir, daun teh, blendok trembalo (getah buang kutu Tachardia Iacca yang hidup di pohon kesambi).
b.
Pewarna sintetis/buatan. Merupakan pewarna yang dapat digunakan dalam suhu yang tidak merusak lilin, yang termasuk golongan pewarna tersebut adalah: indigo, indigosol, naptol dan rapid, cat soga, cat basis, cat Indanthreen, cat belerang dan procion dingin (cat kreatif).
Zat Pembantu :
Yang dimaksud dengan zat adalah zat – zat yang digunakan sebagai penyempurnaan proses pembatikan, yaitu antara lain : caustic soda, soda abu, TRO (Turkish Red Oil), teepol, asam chloride, asam sulfat, tawas, obat ijo/ air ijo dan minyak kacang.
4). Proses Produksi Batik :
1.     Kain putih yang akan dibatik dapat diberi warna dasar sesuai selera kita atau tetap berwarna putih sebelum kemudian di beri malam.
2.     Proses pemberian malam ini dapat menggunakan proses batik tulis dengan canting tangan atau dengan proses cap. Pada bagian kain yang diberi malam maka proses pewarnaan pada batik tidak dapat masuk karena tertutup oleh malam (wax resist).
3.    Setelah diberi malam, batik dicelup dengan warna. Proses pewarnaan ini dapat dilakukan beberapa kali sesuai keinginan, berapa warna yang diinginkan.
4.    Jika proses pewarnaan dan pemberian malam selesai maka malam dilunturkan dengan proses pemanasan.
5.    Batik yang telah jadi direbus hingga malam menjadi leleh dan terlepas dari air. Proses perebusan ini dilakukan dua kali, yang terakhir dengan larutan soda ash untuk mematikan warna yang menempel pada batik, dan menghindari kelunturan.
6.    Setelah perebusan selesai, batik direndam air dingin dan dijemur.

5). Profil Kewirausahaan Kerajinan Tekstil Batik
Naomi Susilowati Setiono



Kegetiran hidup tak menyurutkan perjuangan Naomi Susilowati Setiono dalam menjalani kesehariannya. Dengan berapi-api, wanita sederhana ini menuturkan kisah hidupnya yang diawali sebagai tukang cuci baju, pemotong batang rokok, kernet bus
antarkota, dan akhirnya menjadi pengusaha serta perajin batik lasem.
Semua ini karena kebaikan Tuhan, ujarnya mensyukuri perbaikan hidup yang dialaminya. Meski bukan
pengusaha desainer batik nomor wahid di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, perempuan peranakan Tionghoa ini sangat terkenal di dunia per desainer batikan, khususnya desainerbatik lasem. Hingga tak heran, rekan-rekannya memintanya untuk menjadi ketua cluster batik lasem, yang hingga kini belum diberi nama. Dalam waktu dekat, cluster ini akan dinamai menjadi semacam asosiasi perajin/ pengusaha batik lasem.

Jenis batik lasem (atau laseman) yang perkembangannya jauh tertinggal dibanding batik solo dan yogya ini terus digeluti, meski masih menggunakan peralatan tradisional. Naomi yang memimpin Batik Tulis Tradisional Laseman Maranatha di Jalan Karangturi I/I Lasem, Rembang, ini mengerahkan 30 perajin guna mendukung usahanya.

Selain mengemban status single parent, Naomi terkenal aktif sebagai pendeta di gereja setempat. Bahkan, akhir-akhir ini ia disibukkan dengan mengisi seminar maupun pemaparan ke berbagai instansi mengenai seluk-beluk batik lasem.

Ia juga tengah merintis pengaderan perajin batik ke sekolah-sekolah secara gratis. Kalau tidak kami sendiri yang mengader, siapa lagi? Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, ujarnya.

Naomi mengaku pernah melontarkan gagasannya kepada Bupati Rembang Hendarsono (saat itu) untuk menyisipkan cara membatik ke dalam pelajaran muatan lokal. Sayangnya, ide ini tak ditanggapi dan dianggap tidak bisa berhasil.

Akhirnya, ia langsung turun ke sekolah-sekolah untuk menyampaikan gagasannya itu. Kini, ia masih menunggu tanggapan dari sekolah-sekolah. Jika masalah tempat, saya bisa meminjam balai desa, tak perlu keluar uang, ujarnya.

Meski sangat sibuk, produktivitasnya tak berubah. Setiap bulan Naomi dan rekan-rekan pekerja di tempatnya menghasilkan rata-rata 150 potong batik tulis. Batik-batik bermotif akulturasi budaya Cina dan Jawa ini dikirim ke berbagai daerah, seperti Serang (Banten), Medan (Sumut), dan Surabaya (Jatim).

Naomi menjelaskan, usaha batik yang digeluti sejak tahun 1990 ini merupakan limpahan dari orangtua. Namun, ia tidak semata-mata menerima begitu saja.

Pada tahun 1980, lulusan Sekolah Menengah Apoteker Theresiana Semarang ini mendapatkan masalah sehingga dikucilkan dari keluarga yang saat itu terpandang di wilayahnya. Ditolak dari keluarga yang telah mengasuhnya 21 tahun itu mau tak mau harus diterimanya. Ia pun pindah ke Kabupaten Kudus.

Di tempat ini ia menyingsingkan lengan baju dan bekerja sebagai pencuci pakaian. Tergiur penghasilan yang lebih tinggi, ia pindah sebagai buruh pemotong batang rokok di Pabrik Djarum Kudus.

Karena kurang cekatan, ia hanya mendapatkan penghasilan yang sedikit, Rp 375 per hari. Padahal teman-teman dapat memotong rokok berkarung-karung, bisa mendapat uang Rp 2.000-an, ujar lulusan Sekolah Tinggi Theologia Lawang, Jatim, ini.

Ia hengkang dan berpindah sebagai kernet bus Semarang-Lasem. Singkat cerita, orangtuanya memintanya kembali ke Lasem. Itu pun dengan berbagai cemooh. Saya ditempatkan di bawah pembantu. Mau minta air dan makan ke pembantu. Saya juga tidak boleh memasuki rumah besar, ujarnya.

Perlakuan ini ia terima dengan lapang dada. Sedikit demi sedikit ia mempelajari cara pembuatan batik lasem. Mulai dari desain, memegang canting, melapisi kain dengan malam, hingga memberi pewarnaan diperhatikannya dengan saksama.

Hingga suatu hari, tahun 1990, orangtuanya memutuskan tinggal dengan adik-adiknya di Jakarta. Usaha batik tidak ada yang meneruskan. Dari titik inilah Naomi dipercaya untuk melanjutkan usaha batik warisan turun-temurun ini.

Kesempatan ini digunakan Naomi untuk mengubah sistem dan aturan main bagi pekerjanya. Ia memberi kesempatan kepada perajin untuk menunaikan ibadah shalat. Sesuai kewajiban yang ingin mereka jalankan, saya memberikannya. Ini salah satu sistem baru yang saya terapkan, ujarnya yang pernah bercita-cita sebagai arkeolog.

Suasana kerja juga bukan lagi atasan dan bawahan. Ia menganggap perajin adalah rekan usaha yang sama-sama membutuhkan dan menguntungkan. Jika siang hari turun tangan dalam memproses batik, malam hari digunakannya untuk membuat desain.

Hingga kini, ibu dari Priskila Renny (23) dan Gabriel Alvin Prianto (17) ini masih tetap eksis di dunia perbatikan. Perlahan namun pasti, batik lasem mulai menggeliat dan dilirik kembali oleh para pencinta batik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. TI, Ichwan Susanto, Kompas, 23 Januari 2006
.


0 komentar:

Posting Komentar

 

" Independent Girl " Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea