Minggu, 02 November 2014

[Materi] Makalah - Ekonomi Islam (Mudharabah, Musaqah, dan Bank Syariah)

di November 02, 2014 4 komentar
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Hal paling umum yang manjadi salah satu penggerak ekonomi konvensional adalah riba atau interest. Suku bunga yang menjadi mesin penggerak perekonomian konvensional memang menjadi rancu penggunaanya dalam sistem konvensional sendiri. Menurut Adiwarman Karim, suku bunga sendiri pada awalnya merupakan rate of return bagi kepemilikan modal, atau imbal jasa atas modal yang digunakan dalam proses produksi, bukan merupakan sebuah keuntungan atau uang yang dipinjamkan kepada investor yang menjalankan perekonomian. Namun seiring berjalannya waktu, riba atau interest akhirnya lazim digunakan untuk menggerakan perekonomian, terutama institusi perbankan sebagai sebuah medium of intermesdiary.
Dalam ekonomi islam, riba dapat diartikan sebagai sebuah tambahan atas pinjaman yang diberikan kepada pihak peminjam terhadap pihak yang dipinjamkan tanpa keikhlasan dari pihak yang meminjamkan. Ekonomi Islam kini menganggap bahwa interest rate sebagai perannya dalam menggerakkan perekonomian konvensional sekarang dapat diubah dengan rate on kapital, yaitu pendapatan atas modal barang dan jasa dalam proses produksi. Dengan alasan ini, Adiwarman Karim menjelaskan bahwa perbankan Islam dapat menggerakan perputaran kegiatan atau aktivitasnya dengan ikut masuk ke dalam proses produksi yaitu dengan ikut atau berperan aktif dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu, maka dua produk perbankan Islam yang sekarang ada terbentuk dari ide dasar ini. Mudharobah dan musyarokah dapat dikedepankan sebagai dua produk Islam yang muncul dari ide dasar bahwa perbankan Islam haruslah perbankan yang mengambil untung dari ikut berperannya mereka dalam proses produksi dengan mendapat bagian dri bagi hasil pendataan atau dari untung usaha yang didapatkan perusahaan yang menjadi rekan usahanya.
Selain produk Mudharobah dan  Musyarokah, perbankan Islam juga menganut prinsip dual system. Perbankan Islam selain berperan sebagai partner usaha juga dapat berperan sebagai penjual dalam akad Mudharobah, ijarah, atau ishtinah. Dengan peran perbankan Islam sebagai pedagang inilah maka perbankan Islam kini mendapatkan selisih keuntngan yang sudah ditetapkan di awal dengan barang yang disepakati untuk diperjualbelikan. Akad jual beli ini lah yang selama ini menjadi produk yang banyak di gunakan oleh institusi syariah karena perhitungan dan sifat produknya yangg lebih mudah digunakan dalam buisnis syariah. Dengan digunakannya produk Mudharobah, ijarah, atau istisna ini memang membuat banyak orang awam merasa produk syariah menjadi mirip perbankan dengan perbankan konvensional. Apalagi penempatan margin keuntungan yang jauh beda dengan interest rate. Terlepas dari pembelaan bank syariah terhadap hal ini,  kritik mengenai produk yang berlandaskan akad jual beli ini patut menjadi perhitungan sendiri bagi perbankan syariah.
B. Identifikasi
·         Apa pengertian mudharabah?
·         Apa saja jenis – jenis mudharabah?
·         Apa saja syarat – syarat mudharabah?
·         Apa saja dasar hukum mudharabah?
·         Apa pengertian musaqah?
·         Bagaimana dasar hukum musaqah?
·         Apa saja rukun dan syarat – syarat musaqah?
·         Bagaimana akibat hukum akad musaqah?
·         Adakah perbedaan dari Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah?
·         Apa pengertian bank syariah?
·         Apa saja perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional?
·         Apa saja produk – produk dari bank Syariah?





BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20.
Mudharabah disebut juga qiraadh, berasal dari kata al-qardhu yang berarti al-qath’u (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. (Lihat AFiqhus Sunnah, karya Sayid Sabiq III/220, dan Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz,karya ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, hal.359)
Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. (Lihat Fiqhus Sunnah Karya Sayid Sabiq III/220)  
B.   Jenis - Jenis Mudharabah
Mudharabah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1.      Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya.
2.      Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara, dan objek investasi

C.   Syarat – Syarat Mudharabah
·         Pemilik modal (shahibul amal) dan pengelola modal (mudharib) harus cakap hokum
·         Dalam melakukan Ijab dan qobul harus dinyatakan oleh semua pihak dalam hal ini pemilik modal dan pengelola modal pada saat melakukan akad, dengan memperhatikan hal-hal seperti penerimaan dan penawaran harus jelas menujukan tujuan akad dan harus dilakukan pada saat akad, Akad dilakukan secara tertulis melalui korespodensi atau cara-cara moderen yang sah secara hukum yang berlaku di negara.
·         Modal harus jelas jumlah dan jenisnya
·         Modal tidak boleh dalam bentuk hutang
·         Keutungan Modharabah adalah jumlah yang di dapat dari lebihnya modal yang dikelola, yang telah disepakati pada saat  akad
·         Pengelola modal harus amanah
·         Adanya batasan waktu perjanjian

D.    Dasar Hukum Mudharabah
Para Ulama mazhab sepakat bahwa Mudharabah hukumnya dibolehkan berdasarkan AI-Qur'an, Sunnah, Ijma' dan Qiyas, adapun dalil dari AI-Qur'an antara lain surat AI- Muzammil (73) ayat 20 sebagai berikut;
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَىٰ مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ ۚ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ 
اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ۚ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَىٰ ۙ وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ ۙ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا ۚ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا ۚ
وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sedangkan dalil dari Hadist antara lain :  
a.       Hadits Nabi riwayat Thabrani dari Ibnu Abbas :
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.”
b.      Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib : 
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.’”
c.       Hadits Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf :
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

E.    Pengertian Musaqah
Musaqah berasal dari kata al-saqa, yaitu seseorang yang bekerja mengurus pohon anggur, tamar, atau lainnya supaya mendatangkan kemaslahatan dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang diurus sebagai imbalannya.
Secara istilah, musaqah adalah mempekerjakan manusia untuk mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya serta hasil yang direzekikan Allah swt. dari pohon itu untuk mereka berdua (pendapat Syekh Syihab ad-Din al-Qalyubi dan Syekh Umarah).
Dasar hukumnya dalah hadits Nabi saw. riwayat Imam Muslim dari Ibnu Amr, r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Memberikan tanah khaibar dengan separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian (tanaman).” Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk Nabi.
Jadi, musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani dimana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut presentase yang ditentukan pada waktu akad. Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya system kerja sama musaqah, setiap pihak akan sama – sama mendapatkan manfaat.
F.    Dasar Hukum Musaqah

1.      Al-Quran:
Musaqah merupakan kerjasama bagi hasil antara pemilik tanah pertanian dengan penggarapnya, dengan demikian merupakan salah satu bentuk tolong-menolong. Adapun ayat-ayat al-Qur’an yang membahas mengenai hal ini adalah:
Terdapat dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 2 yang Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu Telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum Karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. Al-Ma’idah : 2).
Dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan kepada manusia agar saling membantu dan tolong menolong dalam kebaikan. Wujud tolong menolong ini tidak hanya dalam bentuk memberikan sesuatu kepada orang yang tidak mampu, tetapi juga bisa dalam bentuk memberikan lapangan pekerjaan kepada mereka. Dalam usaha pertanian, tidak semua orang memiliki kemampuan mengolah tanah dan mengelola lahan perkebunan. Adakalanya seorang pemilik kebun juga tidak dapat mengelola kebunnya karena adanya kesibukan lain sehingga kebunnya itu menjadi terlantar. Sementara di sisi lain, tidak sedikit orang yang memiliki kemampuan bertani tetapi tidak memiliki lahan pertanian. Di sinilah mereka dapat melakukan usaha bersama dalam pengelolaan lahan pertanian tersebut. berkaitan dengan hal ini Yusuf Qardhawi menyatakan:
“Semua usaha yang dapat menghasilkan kebaikan bagi pribadi atau masyarakat atau dapat menghindarkan bahaya darinya, maka usaha itu adalah kebaikan dan ketakwaan, bila dimulai dengan niat yang shalih”. Dengan demikian, jika akad musaqah dilakukan atas dasar niat yang baik, dan dalam pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan terhadap apa yang telah digariskan oleh syara’ sehingga tidak menimbulkan keberatan atau pun kerugian terhadap salah satu pihak, maka akad musaqah tersebut adalah termasuk dalam bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas.
2.      Hadits:
Rasulullah SAW pernah melakukan akad musaqah dengan penduduk Khaibar sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

عَنِ اْبنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَلَ أَهْلْ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا َيخْرُجُ مِنْهَا مِنْ َثمَرٍ أَوْ زَرْعٍ (رواه مسلم)
Artinya: Dari Ibnu Umar RA, “sesungguhnya Rasulullah SAW mempekerjakan penduduk Khaibar dengan upah separuh dari hasil (lahan) yang diperoleh berupa buah-buahan atau tanaman”. (HR. Muslim). Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah melakukan praktik musaqah selama masa hidup beliau dengan penduduk Khaibar. Beliau mempekerjakan mereka untuk mengurusi lahan pertanian dengan imbalan separuh dari hasil panen.
G.   Rukun dan Syarat-Syarat Musaqah
Keabsahan musaqah tergantung pada rukun-rukunnya, waktunya, serta syarat-syarat yang disyaratkan pada rukun-rukunnya.Sedangkan rukun-rukunya ada empat yaitu: obyek yang dikhususkan untuk musaqah, pekerjaan atau bagian yang terkait dengan musaqah, sifat pekerjaanya, dan waktu musaqah.
Rukun-rukun musaqah:
1)      Obyek musaqah
Para ulama berbeda pendapat mengenai obyek musaqah:
·         Daud berpendapat bahwa musaqah tidak terjadi kecuali pada pohon kurma saja. Dalil yang dipakai adalah bahwa musaqah adalah sebuah keringanan sehingga tidak boleh melebihi obyeknya yang disebutkan di dalam hadits.
·         Syafi’i berpendapat pada pohon kurma dan anggur saja. Landasan Imam Syafi’i adalah dengan mengiyaskan dengan hadits Attab Bin Usaid walaupun hukum mengenai hadits tersebut berkaitan dengan zakat. ” Bahwa Rasulullah mengutusnya dan memerintahkannya agar menksir anggur dan zakatnya ditunaikan dalam bentuk kurma, sebagaimana ditunaikannya sakat pohon kurma dalam bentuk kurma.”
·         Malik berpendapat diperbolehkan pada setiap batang pohon yang kuat seperti pohon delima, pohon tin, dan pohon zaitun serta yang serupa dengan hal tersebut tanpa ada keharusan, dan pada batang pohon yang tidak kokoh seperti pohon mentimun, serta semangka disertai dengan ketidakmampuan pemiliknya untuk mengurusinya, begitu juga dengan pertanian. Dan tidak boleh terjadi pada sesuatu yang merupakan bagian dari sayur mayur menurut seluruh ulama kecuali Ibnu Dinar karena ia membolehkan musaqah padanya apabila tumbuh sebelum diambil hasilnya.

2)      Pekerjaan yang berhubungan dengan musaqah
Adapun rukun yang berupa pekerjaan, sesungguhnya para ulama secara global telah sepakat bahwa yang menjadi kewajiban bagi seorang pekerja adalah menyiram serta membuat sumur. Mereka berbeda pendapat mengenai pemotongan. Menjadi kewajiban siapa dan menutup pagar, membersihkan mata air serta kincir angin.
·         Menurut Malik, kebiasaan dalam musaqah yang dibolehkan bagi pemilik kebun untuk mensyaratkan adalah menutup pagar, pemberian minuman, mengawinkan pohon kurma, memotong pelepah kurma serta memetik buah.
·         Syafi’i berkata ”Pekerja tidak berkewajiban untuk menutup pagar karena bukan termasuk bagian dari sesuatu yang berpengaruh dalam penambahan buah seperti pengawinan dan penyiraman.”
·         Muhammad bin Ali Hasan berkata: ”Ia tidak berkewajiban untuk membersihkan kincir air dan mata air.”

3)      Sifat Pekerjaan yang ada dalam musaqah
Para ulama sepakat bahwa musaqah dibolehkan menggunakan segala sesuatu yang telah disepakati dari bagian-bagian buah. Mereka juga sepakat bahwa tidak diperbolehkan dalam musaqah untuk mensyartkan adanya manfaat tambahan, seperti salah seorang dari keduanya mensyaratkan kepada mitranya tambahan dirham ataupun dinar.
4)      Tenggang Waktu
Adapun pensyaratan waktu dalam musaqah ada dua macam yaitu: waktu yang disayaratkan agar dibolehkannya musaqah dan waktu yang merupakan syarat sahnya akad dan hal tersebut terbatas jangka waktunya. Adapun waktu yang disayaratkan agar akadnya dibolehkan: para sahabat sepakat bahwa musaqah dibolehkan sebelum nampaknya kelayakan buah.
Syarat-syarat musaqah:
·         Ahli dalam akad
·         Menjelaskan bagian penggarap
·         Membebaskan pemilik dari pohon, dengan artian bagian yang akan dimiliki dari hasil panen merupakan hasil bersama.
·         Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan akad
·         Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.

H.   Akibat Hukum Akad Musaqah
Akad musaqah menimbulkan adanya beberapa akibat hukum baik terhadap pemilik tanah maupun penggarapnya, yaitu:
·         Pihak penggarap wajib melakukan semua yang harus dilakukan dalam merawat lahan perkebunan tersebut, seperti menyirami, membersihkan rumput dan lain-lain sesuai adat kebiasaan yang berlaku yang biasanya harus dilakukan oleh pengelola.
·         Kewajiban pihak penggarap disesuaikan dengan adat kebiasaan yang berlaku di daerah di mana musaqah tersebut dilakukan. Di sini, perjanjian antara kedua belah pihak tentang kewajiban penggarap harus didasarkan pada kebiasaan yang berlaku, tentunya yang tidak bertentangan dengan Islam, karena kebiasaan yang bertentangan dengan aturan Islam tentunya dapat menyebabkan tidak sahnya musaqah tersebut.
·         Bila penggarap berhalangan untuk mengurusi lahan tersebut, misalnya karena sakit atau bepergian, maka dalam hal ini ada beberapa pendapat. Menurut madzhab Hanafi, ia wajib mencarikan penggantinya selama ia berhalangan, tetapi jika dalam akad disyaratkan bahwa penggarap tidak boleh mewakilkan tugasnya kepada orang lain, maka musaqah menjadi batal. Sementara menurut Imam Malik, jika halangan itu terjadi pada saat mendekati masa panen, maka penggarap wajib menyewa orang lain untuk menggantikan tugasnya orang sewaan ini dibayar oleh penggarap sesuai kesepakatannya dengan orang tersebut. Adapun pendapat Imam Syafi’i, musaqah dalam keadaan seperti ini menjadi batal karena penggarap kehilangan kemampuan untuk menggarap lahan tersebut. Artinya, halangan dari pihak penggarap tidak dapat menggugurkan kewajibannya sebagai penggarap. Sehingga ia wajib mencarikan penggantinya untuk menggarap kebun tersebut. Bahkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hal ini dapat membatalkan akad musaqah.
·         Bila penggarap meninggal dunia, maka ahli warisnya hendaknya mengangkat wakil dari mereka untuk meneruskan pekerjaan tersebut, tetapi jika kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri kerja sama, maka musaqah dapat dibatalkan.

I.       Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
Sedangkan muzara’ah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah bibitnya dari petani.
Aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.
Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
J.      Pengertian Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Jadi, bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.
K.   Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Berikut ini beberapa perbedaan melalui beberapa segi :
No
Perbedaan
Bank Konvensional
Bank Syariah
1
Bunga
Berbasis bunga
Berbasis revenue / profit loss sharing
2
Resiko
Anti risk
Risk sharing
3
Operasional
Beroperasi dengan pendekatan sektor keuangan, tidak langsung terkait dengan sektor riil
Beroperasi dengan pendekatan sektor riil
4
Produk
Produk tunggal (kredit)
Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
5
Pendapatan
Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang diperoleh bank dari kredit
Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperolah bank dari pembiayaan
6
Dasar Hukum
Bank Indonesia dan Pemerintah
Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia, dan Pemerintah
7
Falsafah
Berdasarkan atas bunga (riba)
Tidak berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan(gharar)
8
Operasional
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo,  Penyaluran dan pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan agama
Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan ( wadi’ah) dan investasi (mudharabah) yang baru akan mendapat hasil jika “diusahakan“ terlebih dahulu
Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan
9
Aspek sosial
Tidak diketahui secara tegas
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
10
Organisasi
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
11
Uang
Uang adalah komoditi selain sebagai alat pembayaran
Uang bukan komoditi, tetapi hanyalah alat pembayaran

L.    Produk Bank Syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
 I.            Titipan atau simpanan
  • Al-Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
  • Deposito Mudharabah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
II.            Bagi hasil
  • Al-Musyarakah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
  • Al-Mudharabah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
  • Al-Muzara'ah, adalah bank memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian/perkebunan atas dasar bagi hasil dari hasil panen.
  • Al-Musaqah, adalah bentuk lebih yang sederhana dari muzara'ah, di mana nasabah hanya bertanggung-jawab atas penyiramaan dan pemeliharaan, dan sebagai imbalannya nasabah berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
III.            Jual beli
  • Bai' Al-Murabahah, adalah penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh: harga rumah 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah.
  • Bai' As-Salam, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Barang yang dibeli harus diukur dan ditimbang secara jelas dan spesifik, dan penetapan harga beli berdasarkan keridhaan yang utuh antara kedua belah pihak. Contoh: Pembiayaan bagi petani dalam jangka waktu yang pendek (2-6 bulan). Karena barang yang dibeli (misalnya padi, jagung, cabai) tidak dimaksudkan sebagai inventori, maka bank melakukan akad bai' as-salam kepada pembeli kedua (misalnya Bulog, pedagang pasar induk, grosir). Contoh lain misalnya pada produk garmen, yaitu antara penjual, bank, dan rekanan yang direkomendasikan penjual.
  • Bai' Al-Istishna', merupakan bentuk As-Salam khusus di mana harga barang bisa dibayar saat kontrak, dibayar secara angsuran, atau dibayar di kemudian hari. Bank mengikat masing-masing kepada pembeli dan penjual secara terpisah, tidak seperti As-Salam di mana semua pihak diikat secara bersama sejak semula. Dengan demikian, bank sebagai pihak yang mengadakan barang bertanggung-jawab kepada nasabah atas kesalahan pelaksanaan pekerjaan dan jaminan yang timbul dari transaksi tersebut.
IV.            Sewa
  • Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
  • Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik sama dengan ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa melalui pembayaran upah sewa, namun dimasa akhir sewa terjadi pemindahan kepemilikan atas barang sewa.
V.            Jasa
  • Al-Wakalah adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad (perwakilan) yang sesuai dengan prinsip prinsip yang di terapkan dalam syariat islam.
  • Al-Kafalah adalah memberikan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung, dengan kata lain mengalihkan tanggung jawab seorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai jaminan.
  • Al-Hawalah adalah akad perpindahan dimana dalam prakteknya memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang (contoh: lembaga pengambilalihan hutang).
  • Ar-Rahn, adalah suatu akad pada transaksi perbankan syariah, yang merupakan akad gadai yang sesuai dengan syariah.
  • Al-Qardh adalah salah satu akad yang terdapat pada sistem perbankan syariah yang tidak lain adalah memberikan pinjaman baik berupa uang ataupun lainnya tanpa mengharapkan imbalan atau bunga ( riba . secara tidak langsung berniat untuk tolong menolong bukan komersial.
BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha, berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20. Sedangkan menurut istilah fiqih, Mudharabah ialah akad perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati.
Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani dimana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut presentase yang ditentukan pada waktu akad. Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya system kerja sama musaqah, setiap pihak akan sama – sama mendapatkan manfaat.
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. Jadi, bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.
Prinsip bank syariah secara umum adalah melarang melakukan transaksi yang mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, dan jual beli barang haram. Prinsip bank syariah ini diterapkan untuk mencapai tujuan sesuai jalur syariah. Produk bank syariah, antara lain Mudharabah, Musyarakah, Wadi’ah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah, Qardh, Rahn, Hiwalah/Hawalah, dan Wakalah.


B.   Saran
Sudah semestinya bagi generasi-generasi penerus bangsa untuk memahami dan mengerti ilmu-ilmu yang berkaitan tentang muamalah terutama tentang bentuk-bentuk kerja sama dalam islam. hal ini di maksudkan agar pada akhirnya dapat mengerti dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Ekonomi Islam khususnya Bank syariah masih memiliki beberapa kekurangan yaitu seperti masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang bank syariah. Dan masih banyak lagi. Tapi jangan khawatir, karena seiring dengan waktu semua kekurangan yang dimilikinya, bank syariah akan berusaha dan berupaya akan menutupi dan bahkan menghilangkan semua kekurangan itu. Itu semua menjadi tugas kita bersama-sama baik itu pemerintah maupun masyarakat luas. Walaupun Negara kita ini bukanlah 100% Islam, tapi jangan khawatir bagi umat nonmuslim untuk menggunakan layanan bank syariah karena bank syariah (islam) membawa rahmat untuk semua orang tidak diperuntukkan bagi umat Islam saja.

sumber :
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah-3.html
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah-2.html
http://www.banksyariah.net/2012/07/prinsip-bank-syariah.html
http://syafaatuletika.blogspot.com/2012/06/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html
http://www.koperasisyariah.com/definisi-mudharabah/
http://anharululum.blogspot.com/2012/08/pembahasan-muzaraah-mukhabarah-dan.html
http://nailulauthor99.blogspot.com/p/musaqah-muzaraah-dan-mukhabarah.html
 

" Independent Girl " Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea